Pidato dari Faisal Bin Muaammar (Secretary General of KAICIID, Saudi Arabia)

PANEL 14: Hidup Bersama

11 September 2017

Kepada Yang Terhormat, Bapak dan Ibu sekalian,

Salam hangat saya untuk kalian semua. Ini adalah sebuah kehormatan dan keistimewaan bagi saya untuk dapat berpartisipasi pada meeting ini. Secara khusus, saya ingin mengucapkan selamat kepada penyelenggara mengenai pilihan tempat mereka. Kota-kota tempat kita bertemu saat ini adalah pengingat yang kuat akan apa yang diharapkan oleh dunia dari para pemimpin-pemimpin mereka: kerja sama, kesatuan dan bersolidaritas dan saling menghormati dan saling mengenali perbedaan-perbedaan kita.
Kita bertemu hari ini di bawah bayang-bayang berbagai konflik dan tantangan kekerasan yang berbeda-beda.

Bebera tahun yang lalu, Prof.Riccardi telah mengamati dengan bijak ketika kita menyaksikan konflik kekerasan, kita seperti menyaksikan “Rumah tetangga kita yang terbakar”. Rumah-rumah yang terbakar di Afrika, di wilayah Arab dan di Asia.

Beberapa konflik kekerasan ini tentu saja bersifat militer. Tapi kita dihadapkan juga dengan tantangan yang lain, seperti perampasan secara ekonomi, pemindahan secara paksa, marginalisasi dan ucapan-ucapan kebencian dan hasutan terhadap kekerasan, hanya beberapa contoh yang ada. Dalam beberapa kasus, tantangan ini merupakan hasil konflik militer. Sedangkan di tempat-tempat lain, militerlah penyebabnya.

Bagi kita, di sini hari ini, ada dua pertanyaan penting yang perlu diperhatikan :

  1. Apa peran agama dalam konflik kekerasan, bagaimana hal ini dimulai, dan bagaimana hal ini dapat di akhiri?
  2. Apa saja cara yang bisa kita, secara Bersama-sama, lakukan untuk menjauhkan konflik kekerasan menuju perdamaian?

Secara singkat, bagaimana agama dan pemimpin agama dapat saling membantu untuk mengatasi tantangan-tantangan hidup Bersama?
Sudah menjadi hal yang biasa menuduh agama menjadi penyebab kekerasan. Hal ini tidak membantu ataupun konstruktif. Ketika kita melihat kejadian yang terjadi di seluruh dunia, dan dalam sejarah dunia, kita melihat secara cepat bahwa itu adalah manipulasi agama untuk tujuan politik yang mengarah pada konflik kekerasan. Ini adalah keinginan manusia yang memiliki kekuasaan, untuk mengontrol. Ini adalah kebutuhan untuk mengamankan dan pengakuan atas keberagaman indentitas kita. Lima Miliar orang di dunia yang memiliki indentitas regilius. Agama adalah bagian yang sangat kuat dari diri kita, indentitas kita, dan ketika kita merasa bagian dari jati diri kita diserang, banyak orang yang merasa terancam dan bereaksi secara ekstrem. Faktor-faktor inilah yang membuat agama sangat rentan terhadap mereka-mereka yang menggunakan kekerasan untuk memanipulasi tujuan politik atau ekonomi, atau untuk membenarkan kejahatan mereka. Mengklaim bahwa itu hanyalah keberadaan agama, dan itu bukan manipulasi, yang menyebabkan konflik terjadi, hanya permainan di tangan mereka.

Salah satu contohnya, Bersama dengan rekan-rekan, kami melakukan penelitian di Nigeria tentang alasan orang-orang bergabung dengan Boko Haram. Dan hal ini bertentangan dengan harapan-harapan popular, mayoritas orang yang diwawancarai mengatakan bahwa mereka TIDAK dirusak dalam rumah ibadah. Mereka diradikalisasi melalui jaringan sosial, keluarga dan teman.

Yang membawa saya pada pertanyaan kedua, yang paling penting dimana kita dikumpulkan untuk hal ini.
Apa yang bisa kita lakukan? Memanipulasi agama, atau mis-interpretasi agama, menciptakan siklus ketidakpercayaan yang perlu dipatahkan. Dan itu adalah sesuatu yang perlu dilakukan oleh pemimpin-pemimpin agama, konstitusi-konstitusi, dan oleh para pemimpin-pemimpin di komunitas relijius. Kita perlu menciptakan lebih banyak contoh dialog antaragama dalam bentuk tindakan, saling menghormati dan kohesi sosial. Pengalaman ini akan menolak pesan orang-orang yang berusaha menyembunyikan wajah sebenarnya dari agama. Hal ini tentu saja sudah dilakukan oleh para pemmpin dunia Banyak orang yang hadir disini adalah contoh hidup dan duta besar dialog antaragama.

Saya selalu ditambahkan karena dedikasi untuk berdialog diantara pemimpin-pemimpin agama yang saya temui melalui karya KAICIID. Sejak didirikan pada tahun 2012, kami telah menjumpai dan menciptakan banyak contoh dialog antaragama yang beraksi. Deklarasi Wina yang didukung KAICIID pada tahun 2014, atau Deklarasi Athena tahun 2015 adalah contoh para pemimpin-pemimpin agama yang bersatu untuk mengatakan dengan satu suara bahwa kekerasan atas nama agama apapun adalah kekerasan MELAWAN semua agama. Kita semua mendukung sebuah piagam untuk umat islam, umat Kristen dan orang lain untuk hidup Bersama. Semua aktivitas kita di negara-negara dunia ini dilakukan dibawah bendera kewarganegaraan yang umum dan berdasarkan persamaan hak dan tanggung jawab.

Di Myanmar, salah satu advokasi dan pelatih yang kami dukung adalah seorang biksu yang terkemuka. Dia secara terbuka mendukung larangan mendukung larangan berkotbah untuk seorang biksu yang masih dalam pelatihan untuk berpidato kebencian terhadap umat islam. Ini adalah inisiatif yang berani dan diperlukan, yang lahir dari kepercayaan akan koeksistensi antara umat Islam dan umat Budha.
Di seluruh dunia ada banyak contoh aksi dialog antaragama. Di bidang pendidikan, di media sosial, untuk membangun perdamaian dan banyak bidang lainnya

Karya-karya Sant’Egidio sendiri adalah pengingat yang luar biasa dan contoh yang menunjukan kekuatan kerjasama dan saling menghormati antaragama, yang secara diam-diam telah dilakukan demi kebaikan seluruh umat manusia.
Di wilayah Arab, KAICIID mengadakan komunikasi dengan Fakultas Teologis dan Syariah, yang mana para mahasiswanya sedang mengerjakan pengembangan kurikulum bersama mengenai dialog antaragama. Harapan kami adalah bahwa generasi ilmuwan dan pemimpin generasi berikutnya di wilayah Arab akan dilengkapi dengan pengetahuan tentang dialog yang mereka dibutuhkan untuk membangun perdamaian, dan lebih aktif dalam mendukung kewarganegaraan Bersama untuk semua komponen masyarakat Arab.

Di Nigeria, kami sangat bangga mendukung upaya Kardinal Onaiyekan dan Sultan Sa’ad Abubakar (yang berada Bersama kami di sini), untuk saling menguatkan kohesi sosial di negara ini, melalui sebuah wadah di mana orang-orang dari semua agama dapat bekerja sama untuk kepentingan negara.

Dialog antaragama, saya percaya, adalah salah satu jalur paling penting menuju perdamaian yang kita inginkan saat ini. Dialog adalah penangkal secara universal efektif melawan ekstremisme, prasangka, ketidakpedulian dan pengecualian, jika kita dapat mendidik anak-anak kita, pemimpin-pemimpin masa depan dan Institusi-institusi untuk menggunakannya.

Dialog tidak memerlukan peralatan, tidak ada mobilisasi, tidak ada investasi infrastruktur. Dialog dapat mempengaruhi perubahan melalui orang-orang yang memiliki pemikiran terbuka, keberanian dan ketekunan.
Tentunya ketrampilan sangat dibutuhkan melalui pelatihan yang bisa dipelajari.

Tantangan kemanusiaan yang kita ketahui di abad ini adalah perpindahan dalam skala besar yang tidak terlihat sejak perang dunia terakhir. Dialog membantu orang-orang untuk mengembangkan pemahaman lebih dalam bahwa prinsip tentang solusi terhadap tantangan terbesar tidak dapat ditemukan dengan hanya menutup jalur laut, membangun tembok-tembok, atau mengirim mereka kembali ke tempat mereka telah melarikan diri.
Kita hidup di masa-masa yang kompleks. Kita tidak bisa berhenti dengan dialog dan kerjasama antaragama saja. Oleh karena itu saya ingin menggunakan sisa waktu saya dengan anda, untuk mengadvokasi jalan lain menuju perdamaian, yang merupakan kerjasama yang berkelanjutan antara pemimpin agama dan pembuat kebijakan.

Organisasi dimana saya bernaung, the KAICIID Dialogue Centre, dirancang khusus untuk membantu jalan ini lebih jauh. Seperti yang mungkin sudah anda ketahui, kita adalah satu-satunya organisasi internasional yang bekerjasama dengan Negara dan para pemimpin-pemimpin agama. Kami didirikan, dalam pertemuan bersejarah antara Paus Benediktus dengan Kustodian Dua Masjid Suci, oleh almarhum Raja Abdullah dari Arab Saudi. Kedua pemimpin besar ini adalah pemimpin Negara dan komunitas Religius. Struktural yang unik ini merupakan jawaban atas kebutuhan-kebutuhan khusus. Kebutuhan akan kerjasama yang konstruktif dan kesetaraan antara komunitas Religius dan Pemerintah.
Dalam beberapa tahun terakhir, kebutuhan akan kerja sama ini sangat nyata bagi kita semua. Ketika kita bekerja terisolasi satu sama lain, kita hanya dapat melihat dan menyelesaikan hanya sebagian dari masalah yang ada.

Di sini ada beberapa langkah menuju arah ini. Sebagai contoh , di Jerman, kita bermitra dengan Kemitraan Internasional untuk Agama dan Pembangunan Berkelanjutan (PaRD), yang berusaha menggunakan kekuatan positif agama dalam pembangunan.
Di bulan Juli kami telah menghasilkan, dengan PBB, perencanaan pertama yang spesifik dirancang untuk para pemimpin-pemimpin agama yang berusaha menggunakan ujaran kebencian dan hasutan untuk melakukan kekerasan. Ujaran kebencian dan hasutan merupakan hambatan utama bagi perkembangan budaya hidup Bersama. Kita harus lebih waspada dalam mencegah ujaran kebencian dan hasutan.

Banyak yang perlu dilakukan untuk memastikan bahwa kita semua, para pemimpin agama dan pembuat kebijakan, saling bekerjasama menuju tujuan yang sama. Bahwa kekuatan kita digunakan secara efektif, dan kita menghindari duplikasi dalam usaha yang telah kita lakukan. Hanya dengan bekerjasama kita dapat mengalahkan terorisme, kemiskinan dan kebencian. Saya mengundang kita semua untuk mempertimbangkan jalan nyata dengan bekerjasama, melalui, sebuah pertemuan antara pembuat kebijakan dengan pemimpin agama mengenai peran agama dalam melawan tantangan-tantangan keberlanjutan dalam pengintegrasian pengungsi dan imigran ke dalam masyarakat Eropa.

Di Bulan Febuari 2018 kita mengadakan sebuah pertemuan di Wina untuk meninjau perkembangan kita dalam mendukung dialog untuk melestarikan keberagaman di wilayah Arab. Kami bekerja secara insentif untuk meluncurkan sebuah wadah kerjasama antara pemimpin Agama dan pembuat kebijakan di wilayah ini. Tujuan dari wadah ini adalah untuk menciptakan ruang dimana para pemimpin agama, masyarakat internasional dan regional dapat berdialog mengenai solusi keberlanjutan menuju perdamaian di wilayah Arab.

Izinkan saya untuk mengambil kesimpulan melalui dukungan anda dalam usaha ini. Hal ini dan usaha ini harus ambisius dan optimis. Saya sangat berharap di tahun-tahun mendatang, kita akan melihat lebih banyak jembatan-jembatan yang dibangun antar para pemimpin agama dengan pembuat kebijakan, masyarakat internasional dan organisasi-organisasi masyarakat sipil. Saya mengucapkan semua yang terbaik untuk pekerjaan anda, dan terimakasih sekali lagi kepada panitia, atas komitmen anda terhadap perdamaian dan dialog.