Belas Kasih, Inti Damai: Doa dan dialog bagi damai dalam Spirit Assisi

Umat dari keuskupan Oakland diundang ke Gereja Katedral Cahaya Kristus pada tanggal 6 September untuk doa malam dan dialog damai – meskipun ini berarti keluar dari zona kenyamanan mereka.

Bagi kita di Komunitas Sant’Egidio, ini adalah jalan yang membawa kita ke banyak perjumpaan: kita bukan ahli dalam dialog dan damai, tetapi kita adalah orang biasa yang menjawab panggilan Injil, seperti yang dikatakan oleh Paus Fransiskus, untuk tidak mengurung diri sendiri di lingkungan kita yang nyaman tetapi untuk pergi keluar dan bertemu dengan orang lain,” kata Paola Piscitelli, dari Komunitas Sant’Egidio di Amerika yang akan menjadi moderator acara.

Pertemuan Doa Damai, kerjasama antara Keuskupan Oakland dan Komunitas Sant’Egidio, diumumkan oleh Uskup Michael C Barber, SJ bulan lalu, “Masih ada hal yang positif yang anda dan saya dapat lakukan untuk mempromosikan perdamaian: dengan datang bersama-sama untuk berdoa dan untuk memberikan kesaksian akan keinginan damai,” Uskup mengatakan kepada pembaca Suara Katolik (Catholic Voice).

Uskup Barber juga berbagi berita tentang acara yang akan berlangsung ketika dia berbicara di acara doa malam bagi perdamaian pada tanggal 29 July di Gereja Acts Full Gospel di Oakland dan mengundang mereka yang hadir untuk bergabung dengannya di acara 6 September di Pusat Kegiatan Gereja Katedral.

Acara tanggal 6 September ini terbagi menjadi tiga bagian. Acara dimulai pada jam 5.45 sore dimana peserta diundang untuk berdoa dalam tradisi kepercayaan mereka, dengan ruang yang tersedia untuk berdoa sesuai tradisi Yahudi, Muslim, Hindu, Budha dan Kristen.

Pada jam 6.30 sore, semua peserta akan berkumpul di Pusat Kegiatan Gereja Katedral untuk berdialog tentang perdamaian. Presenternya adalah Rabi Daniel Sperber, Profesor Musdah Mulia dan Uskup Ioan Casian de Vicina.

Rabi Sperber adalah seorang penulis beberapa buku tentang sejarah hukum dan adat Yahudi. Musdah Mulia adalah seorang peneliti senior, aktivis dan dosen. Dia adalah wanita pertama yang mendapatkan dokter filsafat di bidang Pemikirian Politik Islam dari Universitas Islam Syarif Hidayatullah, Jakarta, Indonesia.

Pada tahun 2006, Uskup Casian terpilih oleh Sinode Suci Gereja Ortodoks Romania sebagai Uskup Vikaris untuk Keusukupan Agung Ortodoks Romania di Amerika.

Sesudah dialog dan kesempatan untuk bertanya, pertemuan ini akan berlanjut ke Katedral Plaza dan dipimpin oleh anak-anak, dimana perwakilan dari kelompok-kelompok beriman akan menandatangani perjanjian damai.  Peserta juga akan dipersilahkan untuk menandatangani perjanjian damai.

Acara malam ini berakar dari pertemuan antara pemimpin agama sedunia di Asisi pada tahun 1986 dengan Paus Yohanes Paulus II.

Uskup Casian berharap peserta akan dapat belajar tentang “nilai-nilai tradisi dari Kristen Ortodoks - yaitu cinta untuk Allah dan untuk sesama – seperti yang diungkapkan di dalam Alkitab dan secara tertentu dimana gereja ini mewujudkan nilai-nilai ini di dalam masyarakat pada tahap yang berbeda.

Mulia berharap peserta dapat belajar bahwa Islam mengajarkan bahwa manusia adalah makhluk yang mulia yang dipercayakan dengan tugas khusus untuk menjadi sebagai pedoman moral. “Sebagai pedoman moral, setiap manusia wajib menjunjung perdamaian, keadilan, kemakmuran dan kesejahteraan di alam semesta. Dari segi bahasa, Islam umumnya berarti perhatian yang mendalam untuk perdamaian dan keadilan.”

Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dari acara tersebut, Rabi Sperber mengatakan peserta harus “memikirkan dengan baik apa yang akan mereka bicarakan, juga untuk menjelaskan diri mereka sendiri, yaitu pandangan mereka secara jujur tanpa  mengorbankan posisi mereka.”

Uskup Casian mengatakan “setiap peserta membutuhkan keberanian, keterbukaan dan doa untuk dapat menjadi pedoman aktif untuk pertemuan ini yang mendorong semangat cinta kasih, kesabaran, pengertian, toleransi dan inklusivitas.

Mulia menyimpulkan “Mempromosikan perdamaian harus dimulai dari kehidupan keluarga dengan prinsip menerima orang lain. Prinsip ini sangat penting untuk mempromosikan perdamaian dan harus ditanamkan di masyarakat, dimulai dari perdamaian di dalam keluarga kita. Jika pernikahan kita didasarkan oleh belas kasih dan cinta sejati, keluarga kita dapat membesarkan anak-anak, generasi mendatang, yang memiliki kedamaian dalam diri mereka sendiri, memiliki kepercayaan diri yang tinggi, sikap optimis dan perilaku yang baik.”


Read more: